“Bingung nih mau masuk jurusan apa kuliahnya.”
“Mau kerja di mana ya setelah lulus kuliah?”
“Sepertinya aku salah jurusan nih.”
Menentukan arah dan tujuan dalam hidup memang tidak gampang. Tidak semua orang memiliki “personal calling” yang jelas seperti Musa yang dipanggil untuk jadi pemimpin bangsa, atau Daud yang bakal diurapi jadi raja. Kebanyakan dari kita lebih seperti Yusuf, yang tahu bahwa Tuhan memanggil kita ke tujuan khusus tertentu, yang hanya kita saja yang bisa jalankan, tapi tidak tahu dengan jelas jalannya seperti apa. Sepanjang hidup Yusuf, Tuhan memimpin dan memperjelas panggilan-Nya hingga akhirnya terpenuhi.
Jaman now ini kalau bicara soal “calling” atau panggilan biasanya terkait dengan orisinalitas menjadi diri sendiri, cari tahu “passion” dan kejar itu. Ada tes minat, bakat, dan kemampuan, juga ada tes karunia rohani. Tapi nyatanya, ada begitu banyak orang yang merasa “I hate Monday”, yang hidupnya kurang optimal dan hanya hidup dari hari ke sehari. Apa yang salah?
Bicara soal “calling” adalah tentang “caller” alias Sang Pemanggil, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Apa kehendak-Nya, tujuan-Nya bagi kita, beban yang diberikan dalam hati kita yang terus-menerus dipertajam, membuat kita gelisah sampai kita melakukannya. “Calling” bukan cuma soal minat, bakat, atau talenta dan karunia kita saja. “Calling” akan mengintegrasikan siapa kita dengan apa yang kita kerjakan, yang keluar dari kabar baik itu. “Calling” terus-menerus kita gumuli dan uji tiap hari, baik melalui disiplin rohani berdoa, relasi pribadi denganNya, "sharing" dengan teman spiritual atau mentor kita, dan mencoba melakukannya. Dalam Kristus ada kebebasan untuk “gagal” karena Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, bukan? Jadi ketika sukacita sejati kita bertemu dengan kebutuhan penting dunia ini, di situlah tempat, dimana Tuhan memanggil kita.
Jadi apa yang menghambat kita untuk menemukan “calling” kita, hal yang hanya saya dan Anda saja bisa lakukan, di dunia ini? Sebagian besar dari kita hidup mengikuti pola baku yang ada dalam budaya di mana kita hidup. Kalau di Indonesia ya gitu: lahir, sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, punya cucu, meninggal. Aman dan nyaman mengikuti apa yang diarahkan orang tua atau masyarakat bagi kita. Tujuan kerja adalah mencari uang agar keluarga kita makmur, nyaman, dan sejahtera. Buat apa susah payah memikirkan “calling”? Cukup jalani saja hidup ini. Kita malas bergumul dengan Tuhan, atau kita merasa frustasi dan bingung, gimana caranya bergumul dan mencari kehendak Tuhan.
Kiranya Tuhan menolong kita semua. Saya berdoa seperti doa kaum Fransiskan:
Kiranya Tuhan memberkati engkau dengan ketidaknyamanan. Atas jawaban yang mudah, separuh kebenaran, dan relasi yang superfisial. Sehingga engkau dapat menghidupi apa yang ada di dalam hatimu.
Kiranya Tuhan memberkati engkau dengan kemarahan. Terhadap ketidakadilan, tekanan, dan eksploitasi manusia sehingga engkau dapat mengerjakan keadilan, kebebasan, dan kedamaian.
Kiranya Tuhan memberkati engkau dengan air mata, yang tertumpah bagi mereka yang kesakitan, ditolak, kelaparan, dan korban peperangan agar engkau dapat mengulurkan tanganmu untuk memberi kenyamanan dan mengubah kesakitan menjadi sukacita.
Dan kiranya Tuhan memberkati engkau dengan kebodohan yang cukup untuk meyakini bahwa kamu dapat membuat perbedaan di dunia. Sehingga kamu dapat melakukan apa yang orang lain katakan tak mungkin dilakukan. Untuk membawa keadilan dan kebaikan bagi semua anak dan orang miskin.