Tak dapat dipungkiri, wawasan dunia (worldview) seseorang akan berpengaruh pada bagaimana ia menjalani kehidupannya, termasuk di dalamnya bagaimana ia bekerja. Seseorang yang bekerja di dalam pemahaman bahwa ia sedang mengerjakan mandat ilahi akan memiliki etos kerja yang berbeda—bahkan sangat mungkin berbanding terbalik—dengan seseorang yang bekerja untuk mengejar kekayaan, jabatan, atau sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, penting bagi seorang Kristen untuk memahami dengan tepat mengenai apa, mengapa, dan bagaimana hakikat pekerjaan menurut terang firman Tuhan. Saduran dari artikel yang dituliskan oleh Jonny Ardavanis di bawah ini akan menolong setiap profesional Kristen untuk memahami dasar-dasar etos kerja Kristen dari sudut pandang Alkitab. Selamat menyimak.
Ketika saya berusia 10 tahun, ayah saya pulang kerja dan bertanya, "Jonny, mau ikut ke konferensi Alkitab di Milwaukee?" Dia berjanji akan membelikan saya kartu basket jika saya ikut. Kami tinggal di Chicago, jadi saya berpikir, “Tiga jam ke sana... tiga jam pulang... enam jam di mobil untuk kartu seharga $2... ya, tentu!” Tapi ternyata, bukan ke konferensi Alkitab kami pergi, melainkan ke pertandingan Los Angeles Lakers melawan Milwaukee Bucks.
Setelah pertandingan, kami masuk ke ruang ganti Lakers dan bertemu Shaquille O’Neal dan tim Lakers lainnya. Ini adalah hari terbaik dalam hidup saya, hadiah yang tidak akan saya lupakan. Namun, hadiah terbesar yang diberikan ayah saya bukanlah pengalaman pertandingan Lakers atau apapun, melainkan sebuah pelajaran yang saya pelajari bertahun-tahun kemudian: etos kerja yang Alkitabiah.
Negara kita (Amerika Serikat--red.) sedang bergerak menuju sosialisme, tetapi ini bukanlah cara negara kita dibangun. Negara kita didirikan atas dasar etos kerja Protestan, di mana para pemukim awal dikenal bukan hanya karena semangat agama mereka, tetapi juga karena kerja keras mereka. Sayangnya, keyakinan ini sekarang banyak ditinggalkan, tidak hanya oleh mereka di luar gereja tetapi juga di dalamnya.
Dalam lingkaran Kristen saat ini, ada penekanan berlebihan pada topik istirahat dan sabat yang baik, perlu, dan Alkitabiah, tetapi kurang dalam menyediakan pandangan dunia Alkitabiah tentang pekerjaan. Saya sering mendengar generasi milenial dan Gen Z berbicara tentang buku-buku terbaru tentang istirahat, sabat, shalom, dan kesibukan, tetapi jarang saya ditanya, “Jonny, sudahkah kamu membaca buku baru tentang pekerjaan yang memuliakan Tuhan?”
Beberapa orang berada di ekstrem yang berbeda: ada yang malas dan menghabiskan waktu dengan menonton acara demi acara, atau scrolling di ponsel mereka, sementara yang lain bekerja tanpa henti, terjebak dalam pertemuan demi pertemuan atau shift demi shift.
1: Pencipta Pekerjaan
Yesus berkata, "Aku harus mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan Bapa kepadaku" (Yohanes 9:4). Yesus adalah seorang guru selama tiga tahun, tetapi Dia adalah seorang tukang kayu selama 20 tahun. Tangan-Nya tidak lembut, tetapi kapalan, penuh serpihan kayu, dan keras karena kerja. Tuhan kita adalah seorang pekerja.
Bagaimana Tuhan bekerja?
Tuhan Bapa bekerja saat menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1), saat menopang alam semesta dengan firman-Nya (Ibrani 1:3), dan saat mengatur hati raja-raja dan kerajaan untuk memenuhi rencana-Nya yang sempurna (Amsal 21:1, Roma 8:28). Yesus juga bekerja, mulai dari menciptakan segala sesuatu (Yohanes 1:3), bekerja sebagai tukang kayu, guru, dan penyembuh selama pelayanan-Nya, hingga mempersiapkan tempat bagi kita di surga setelah kenaikan-Nya. Roh Kudus bekerja dengan mengubah hati yang keras (Yehezkiel 36:26), menerangi pikiran kita terhadap Alkitab (Mazmur 119:18), dan berdoa bagi kita (Roma 8:26-27).
2: Desain Pekerjaan - Kejadian 1-2
Sebelum jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa ditempatkan di taman Eden dengan perintah untuk bekerja. Mereka diperintahkan untuk berbuah dan berlipat ganda, menguasai bumi, dan memiliki dominion atas hewan. Pekerjaan adalah bagian dari martabat kita sebagai manusia, dan itu adalah tindakan meniru kreativitas Tuhan.
3: Distorsi Pekerjaan - Kejadian 3
Keberdosaan manusia tidak memperkenalkan pekerjaan, tetapi mengubah sifatnya. Setelah kejatuhan, bekerja menjadi lebih sulit, penuh dengan tantangan dan kesulitan. Tanah tidak lagi bekerja sama dengan manusia, dan pekerjaan menjadi melelahkan.
4: Dimensi Baru Pekerjaan
Bagaimana kita memuliakan Tuhan dalam bekerja di dunia yang jatuh ini? Kita harus bekerja dengan semangat, sukacita, keunggulan, dan integritas.
- Dengan Semangat: Kolose 3:23 mengajarkan, "Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
- Dengan Sukacita: Pengkhotbah 5:18 mengingatkan bahwa pekerjaan adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk dinikmati.
- Dengan Keunggulan: Pekerjaan yang dilakukan dengan baik memuliakan Tuhan. Ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh, kita menunjukkan kualitas sebagai saksi Kristus.
- Dengan Integritas: Efesus 6:5-8 menekankan bahwa kita harus bekerja seolah-olah Tuhan selalu mengawasi kita, bekerja dengan jujur dan penuh integritas.
Pekerjaan kita penting bagi Tuhan. Sikap kita dalam bekerja juga penting. Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Pencipta yang juga seorang pekerja, kita memuliakan Tuhan dengan bekerja dengan semangat, sukacita, keunggulan, dan integritas.
Artikel asli dapat dibaca di situs For the Gospel